Sebagian aktivis kesetaraan gender memandang Islam memarjinalkan perempuan. Di antaranya dengan mempersoalkan hadits “wanita kurang akal dan agamanya.” Di sisi lain, terkadang ada pria yang menghina kedudukan wanita dengan dalih hadits tersebut.
Bagaimana sebenarnya maksud hadits tersebut? Benarkah wanita itu kurang akal dan kurang agamanya? Atau yang paling mendasar, apakah hadits itu shahih?
Hadits “Wanita Kurang Akal dan Agamanya” Shahih
Kita mulai dari yang paling mendasar. Hadits tentang wanita kurang akal dan agamanya adalah hadits shahih.
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى أَضْحًى – أَوْ فِطْرٍ – إِلَى الْمُصَلَّى ، فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ « يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ ، فَإِنِّى أُرِيتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ » . فَقُلْنَ وَبِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ ، مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ » . قُلْنَ وَمَا نُقْصَانُ دِينِنَا وَعَقْلِنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « أَلَيْسَ شَهَادَةُ الْمَرْأَةِ مِثْلَ نِصْفِ شَهَادَةِ الرَّجُلِ » . قُلْنَ بَلَى . قَالَ « فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ عَقْلِهَا ، أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ » . قُلْنَ بَلَى . قَالَ « فَذَلِكَ مِنْ نُقْصَانِ دِينِهَا
Dari Abu Said Al Khudri, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar menuju tempat shalat hari raya. Ketika melewati jamaah kaum wanita, beliau bersabda: “Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian. Karena, aku melihat banyak di antara kalian adalah penghuni neraka.” Lantas seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa kaum wanita banyak menjadi penghuni neraka?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kalian banyak mengutuk dan mengingkari (pemberian nikmat dari) suami. Aku tidak melihat kaum yang kurang akal dan agamanya mampu melumpuhkan hati seorang laki-laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian.”
Wanita itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, Apakah maksud kurangnya agama dan akal kami?” Rasulullah bersabda: “Bukankah persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki?” Wanita itu menjawab, “Benar.” Beliau melanjutkan, “Inilah maksud kurangnya akal. Bukankah kaum wanita tidak shalat dan tidak puasa ketika haid?” Wanita itu menjawab, “Benar.” Beliau melanjutkan, “Inilah maksud kurangnya agama.” (HR. Bukhari)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الاِسْتِغْفَارَ فَإِنِّى رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ ». فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلَةٌ وَمَا لَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
قَالَ « تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَمَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَغْلَبَ لِذِى لُبٍّ مِنْكُنَّ ». قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَالدِّينِ قَالَ « أَمَّا نُقْصَانُ الْعَقْلِ فَشَهَادَةُ امْرَأَتَيْنِ تَعْدِلُ شَهَادَةَ رَجُلٍ فَهَذَا نُقْصَانُ الْعَقْلِ وَتَمْكُثُ اللَّيَالِىَ مَا تُصَلِّى وَتُفْطِرُ فِى رَمَضَانَ فَهَذَا نُقْصَانُ الدِّينِ
Dari Abdullah bin Umar, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda, “Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaknya istighfar. Karena, aku melihat banyak di antara kalian adalah penghuni neraka.” Lantas seorang wanita yang cerdas di antara mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa kami banyak menjadi penghuni neraka?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Kalian banyak mengutuk dan mengingkari (pemberian nikmat dari) suami. Aku tidak melihat kaum yang kurang akal dan agamanya yang mampu melumpuhkan seorang laki-laki yang tegas melebihi salah seorang dari kalian.”
Wanita itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, Apakah maksud kurangnya agama dan akal kami?” Rasulullah bersabda: “Ada pun kurangnya akal, persaksian dua orang wanita sama dengan persaksian seorang lelaki. Inilah kurangnya akal. Kalian tidak beribadah di malam hari dan tidak shalat serta berbuka di bulan Ramadan (ketika haid), maka inilah maksud kurangnya agama.” (HR. Muslim)
Dua hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim di atas kiranya sudah sangat kuat untuk menunjukkan hadits ini shahih. Meskipun ada pula hadits-hadits lain riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain.
Baca juga: Jawaban Shalat Istikharah
Maksud Hadits “Wanita Kurang Akal dan Agamanya”
Sebenarnya, maksud kurang akal dan kurang agama sudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jelaskan dalam hadits tersebut. Bahwa kurang akal adalah terkait persaksian dua wanita yang bernilai setara dengan persaksian seorang laki-laki. Sedangkan kurang agama karena wanita mengalami haid dan nifas yang membuatnya udzur dari shalat dan puasa.
Dalam kedua hal ini tidak ada celaaan dan tidak membuat wanita berdosa. Kurangnya akal dalam hadits tersebut khusus terkait persaksian. Ada pun pada bidang lain, Islam sangat terbuka mengakomodir wanita. Termasuk dalam periwayatan hadits, riwayat laki-laki dan perempuan sama.
Jadi, hadits ini bukan menunjukkan wanita pasti akalnya kurang dan agamanya kurang jika dibandingkan laki-laki. Bukankah dalam sejarah Islam, banyak wanita yang kecerdasan akalnya melebihi banyak laki-laki. Misalnya Bunda Aisyah radhiyallahu ‘anha yang banyak menjadi rujukan para sahabat dan tabi’in dalam belajar ilmu agama. Beliau menjadi periwayat hadits terbanyak keempat dengan meriwayatkan 2.210 hadits. Demikian pula umahatul mukminin lainnya yang kecerdasan akalnya luar biasa mulai dari Bunda Khadijah radhiyallahu ‘anha, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dan lainnya.
Memang ada yang berpendapat kurang akal sehingga persaksian wanita senilai setengah pria ini karena faktor psikologis. Mereka menilai wanita lebih dominan perasaannya sehingga kesaksian di pengadilan bisa mudah goyah jika baper menerpa. Namun, pandangan ini masih menjadi perselisihan karena tidak memiliki dalil yang kuat. Pada banyak kasus, pria juga mengalami guncangan psikologis seperti hanya wanita.
Pun dalam istilah kurang agama bukan berarti wanita tercela. Secara khusus itu hanya terkait udzur ibadah karena haid dan nifas. Dan keduanya merupakan sunnah kauniyah bagi wanita sehingga tidak menimbulkan cela dan dosa.
Maka, tidak benar tuduhan kaum feminis dan pegiat kesetaraan gender. Islam memuliakan wanita, tidak memarjinalkannya. Islam menempatkan wanita sesuai fitrahnya. Baik pria maupun wanita, keduanya memiliki kesempatan yang sama untuk masuk surga.
Al-Qur’an juga banyak memuji wanita-wanita mulia. Maryam ibunda Nabi Isa, Asiyah istri Fir’aun, hingga wanita yang mengajukan gugatan kepada Rasulullah mengenai perkataan suaminya sehingga Al-Qur’an mengabadikannya dengan nama surat Al Mujadilah. Bahkan dalam Al-Qur’an ada surat khusus dengan nama An-Nisa’ (wanita) dan tidak ada surat Ar-Rijal (pria). Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/WebMuslimah]