Anda seorang muslimah? Anda boleh mengatakan “ya” atau “tidak” bahwa lima kata ini adalah kata yang paling Anda harapkan dari suami. Kecuali, kalau Anda telah intens mendapatkannya.
Namun faktanya, banyak yang belum mendapatkannya sehingga menjadi harapan besar agar sang suami mengatakannya dengan penuh ketulusan.
Pernah seorang wanita di sebuah perumahan besar di kota kami, meminta cerai dari suaminya. Apa penyebabnya? Sang suami tidak mau mengatakan salah satu dari lima kata ini.
Apa saja lima kata tersebut?
1. Terima kasih
Setiap istri ingin dihargai. Setuju? Namun faktanya, tidak sedikit suami yang sangat jarang berterima kasih kepada istrinya.
Entah apa yang membuat suami jarang mengucapkan terima kasih kepada istrinya. Mungkin ia merasa bahwa apapun yang dilakukan istri adalah kewajiban sehingga tidak perlu terima kasih.
Saat istri memasakkannya, ia tidak berterima kasih. Ia pikir, memasak sudah menjadi kewajiban istri. Namun ketika masakannya tidak enak, atau saat pulang kerja belum tersedia makanan, ia memarahi istri. Ini sesuatu yang tidak adil. Tidak memberikan reward, hanya memberikan punishment. Tidak memberikan hadiah, hanya memberikan iqab.
Betapa jauhnya kita dari akhlak yang dibimbing Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau mengajarkan kita untuk mengucapkan terima kasih atas kebaikan orang lain. Yang terbaik dengan ucapan “jazakallah khairan” kepada laki-laki dan “jazakillah khairan” kepada wanita.
مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ: جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ
“Barangsiapa yang diperlakukan dengan baik (diberi kebaikan) kemudian mengucapkan ‘jazakallah khairan’ (semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadamu) maka sesungguhnya ia telah memberikan pujian yang terbaik.” (HR. Tirmidzi; shahih)
Betapa pula jauhnya kita dari akhlak yang dicontohkan sahabat-sahabat terbaik Rasulullah seperti Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Beliau suka berterima kasih kepada istrinya dan sebaliknya, tidak suka memarahi istrinya. Masyhur dikisahkan, saat seorang laki-laki ingin mengadukan istrinya yang cerewet, ternyata ia mendengar istri Umar juga mencereweti Umar. Namun Umar diam saja, tidak marah kepada istrinya.
Saat orang itu hendak kembali, Umar memanggilnya dan memberinya nasehat, bahwa ia tidak memarahi istrinya meskipun mengomel karena ia telah banyak membantunya mulai keperluas domestik hingga mendidik buah hati mereka.
Masya Allah… Alangkah indahnya jika seorang suami mempraktikkan akhlak islami ini. Ucapan “terima kasih sayang” karena telah dimasakkan, hingga “terima kasih sayang” setelah bercinta, membuat istri merasa sangat dihargai dan dicintai.
2. Maaf
Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Pun dalam interaksi sehari-hari antara suami dan istri.
Ada banyak istri yang sangat ingin suami menyadari kesalahannya saat berbuat salah dan kemudian meminta maaf. Namun, tidak banyak yang bisa melakukannya.
Bagi sebagian laki-laki, meminta maaf itu gengsi bahkan menjatuhkan harga diri. Padahal, meminta maaf itu sejatinya menunjukkan ketinggian diri dan meninggikan kemuliaan.
Kata “maaf” juga merupakan peredam amarah dan penetralisir ketegangan. Orang yang semula akan marah, bisa menjadi luluh saat ada permintaan maaf yang tulus. Apalagi jika disertai dengan penjelasan mengapa sebuah kesalahan terjadi.
Bayangkan seorang istri yang telah menunggu sekian jam di malam hari karena suaminya belum juga pulang. Tanpa kabar. Hpnya mati. Nomor kantor tidak bisa dihubungi. Sebenarnya sang suami tidak sepenuhnya salah karena saat itu ia lembur mendadak. Tentu ketika sampai di rumah ia lelah.
Namun, perbedaan sikap suami akan membawa dampak berbeda bagi istri. Ketika suami pulang langsung tidur, apalagi sambil marah, wajar istrinya bertanya ada apa bahkan kecewa.
Sebaliknya, jika suami mengatakan “Maaf ya sayang, tadi ada lembur mendadak. Pas baterai HP ngedrop. Nggak bisa menghubungi kamu. Kamu pasti khawatir ya?” Bisa meleleh itu istri. Ia nggak jadi dongkol, malah bisa jadi akan menyiapkan air hangat, memijat, dan seterusnya.
Sering kita mendengar kisah Rasulullah yang pulang kemalaman karena agenda dakwah yang padat. Sesampainya di rumah, pintu sudah terkunci. Beliau tidak marah. Beliau tidur di depan pintu. Dini hari ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha membuka pintu, Rasulullah justru meminta maaf karena pulang kemalaman. Sungguh romantis. Bisakah kita meniru beliau?
3. Tolong
Meskipun suami berhak memerintah istrinya dan istri wajib mentaati suaminya, penggunaan kata “tolong” mengubah rasa perintah menjadi permintaan yang humanis. Istri menjadi tidak merasa disuruh-suruh tetapi merasa sebagai partner yang melengkapi.
Istri jadi benar-benar meyakini bahwa wanita tercipta dari tulang rusuk pria untuk dipeluk dan dicinta, bukan merasa tercipta dari tulang kaki untuk disuruh-suruh dan tidak dihargai.
Tentu kata “tolong” ini menyesuaikan adat dan bahasa di masyarakat masing-masing. Dalam bahasa Inggris, mungkin menggunakan “please.” Namun esensinya bisa dirasakan pada penggunaan intonasi juga. Bukan nada tinggi seperti majikan menyuruh pembantu. Bahkan terhadap pembantu pun, Rasulullah mencontohkan penggunaan kalimat perintah tanpa nada tinggi. Maka Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pun memberikan kesaksian bahwa selama bertahun-tahu melayani Rasulullah, beliau tidak pernah mendapati Rasulullah marah atau mencela. Masya Allah… alangkah indahnya teladan akhlak Rasulullah.
Selanjutnya