Beranda Tazkiyah Adab Medsosmu Bukan Diarymu

Medsosmu Bukan Diarymu

0
ilustrasi (notjustaphoto.me)

“Kenapa?”
“Status BBM mu!” katanya. Aku tercengang. Lupa akan status BBM yang baru saja kubuat.
“Ada apa? Ada apa dengan status BBM ku? Aku rasa tidak aku tujukan kepadanya. Aku hanya sekedar ngomong apa adanya, dan itu pun aku tidak aku tujukan padanya” keluhku dalam hati.

Aku terdiam dalam renungan yang panjang. Perlahan kurasakan hubunganku dengan sahabatku itu kian renggang. Ada apa? Hanya karena status BBM hubungan kami menjadi seperti ini? Aah.. Aku tak menyangka!

“Dek, please deh status BBM nya diganti ya. Aku melakukan ini karena aku mencintaimu”
Deggg! Tanpa sadar air mataku meleleh. Baru kusadari ternyata tangan yang sedari tadi memencet touch screen HP itu mengeluarkan kata-kata yang seharusnya hanya layak dituangkan dalam buku diary.

Terkadang galaunya perasaan mengalahkan semua logika. Ke mana larinya? Curhat di medsos! Dilihat dan dikomentari banyak orang. Ada yang mendukung, menambah dan mengurangi. Sehingga benih-benih perpecahan semakin meruncing. Dan yang terjadi adalah saling menghujat sana sini. Hingga akhirnya perpecahan tak dapat dielakkan lagi. Aah ngeri! Hal-hal yang seharusnya privasi menjadi konsumsi publik.

Aku jadi ingat saat di pesantren mahasiswi dulu, aku sempat mendapatkan gelar aktivis dakwah Facebook. Bangga dengan gelar ini? Ngga! Tapi ada segudang amanah, bahwa selayaknya media sosial yang memudahkan kita untuk berinteraksi dengan banyak orang sudah seyogyanya menjadi ladang dakwah buat kita. Menebarkan benih-benih kebaikan yang akan membawa banyak manfaat.

Kejadian kali ini sungguh teguran bagiku (semoga Allah mengampuni dosa saya ini). Hanya karena sebuah kata yang terlontar dalam sebuah status BBM akhirnya menjadikan hubungan yang dahulu dekat menjadi renggang. Ukhuwah itu retak oleh sebuah status BBM.

Maka biarpun raga tak bersua, lisan tak berucap kata, namun jari-jari jemari kita lah yang berbicara dan berperan andil mengungkapkan segala rangkaian kata atas sebuah perintah singkat dari hati dan pikiran. Jika kita berusaha menjaga lisan agar tidak berkata kotor atau menyakiti, maka sudah selayaknya pula kita menjaga tangan kita agar tidak menuliskan kata yang akan menjadikan banyak mudlorot, menimbulkan benih-benih permusuhan dan perpecahan di antara sesama.

Dalam hadits disebutkan ““Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya” (HR. Muslim No 64).

Waallahu a’lam bish-showab. [Ukhtu Emil/Webmuslimah]