“Ustadz,” kata seorang pemuda yang usianya terbilang cukup matang, “tolong saya dicarikan calon istri”
Betapa senangnya hati sang ustadz. Muridnya itu kini menyatakan kesiapan menikah. Bagi sang ustadz, tak ada kabar lain di hari itu yang lebih menggembirakan hatinya. Sebab, ia yakin dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa menikah merupakan separuh agama.
Dengan menikah, seorang pemuda lebih mudah menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan. Dengan menikah, seorang pemuda tumbuh dewasa karena tanggung jawab keluarga yang diembannya. Dengan menikah, seorang pemuda menjadi lebih mandiri karena dituntut memberi nafkah. Dan dengan nafkah itu, pahalanya menjadi berlipat-lipat dibandingkan hidup sendiri sebagai seorang bujangan.
Ia juga bersyukur, dengan meminta dicarikan calon istri, berarti muridnya itu paham bahwa Islam melarang pacaran. Ia bangga, muridnya telah mengamalkan cara yang islami untuk membentuk keluarga yang islami.
“Alhamdulillah…,” kalimat syukur terdengar dari lisan sang ustadz.
“Tapi Ustadz…”
“Tapi kenapa?”
“Tolong nanti calon istri saya carikan yang cantik, anak orang kaya, shalihah, pendidikan minimal S1, pintar, kalau bisa jurusannya ini dan tingginya sekian…,” kata pemuda itu sembari meneruskan kriteria yang diinginkannya.
“Wah, kalau di daerah ini ada wanita yang seperti itu, saya juga mau,” kata Ustadz sambil tertawa. Lantas ia menjelaskan bahwa tak ada wanita yang sempurna dan selayaknya tidak memaksakan diri mencari wanita yang sempurna; yang segala kebaikan terhimpun padanya.
Mungkin yang mencari calon istri dengan kriteria seperti itu bukan hanya pemuda tersebut. Kadang dijumpai pemuda yang usianya kepala tiga, bahkan mendekati kepala empat, saat ditanya mengapa belum menikah ternyata jawabannya belum ada calon yang cocok. Jika ditanya lagi calon yang cocok seperti apa, ternyata kriterianya banyak dan mirip dengan “wanita sempurna” yang dicari oleh pemuda tadi.
Kalaupun ada gadis yang mendekati sempurna seperti kriteria tadi –shalihah, cantik, kaya, pintar, dan seterusnya- mungkin jumlahnya sangat sedikit. Karena jumlahnya sangat sedikit, mencarinya pun sulit. Kalaupun sudah ketemu, belum tentu ia mau. Karena sangat wajar jika seorang wanita yang “sempurna” ia akan mencari pria yang “sempurna” pula.
Maka sungguh tidak tepat jika kemudian usia terus bertambah, tidak juga segera menikah dengan alasan mencari “wanita sempurna.” Padahal di sana telah banyak menunggu wanita-wanita shalihah dengan segala kelebihan dan juga ada kekurangannya.
Percayalah sabda Rasulullah, jika memilih istri atas dasar agamanya, insya Allah keberuntungan akan mengikutinya; pernikahan menjadi barakah, terbentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. [Muchlisin BK/Webmuslimah.com]
langsung eksekusi dong…. jgn teori mulu mubarok…
😁
satu hal bkn menunggu yg sempurna tapi menunggu yg mau menerima apa adanya… krn kegagalanlah yg buat seseorang jadi takut memulai n alasan lainnya.. aahhh komen apa ini cm spam.. hapus aja yah.. 😀
Komentar ditutup.